“Education is for improving the lives of others and for leaving your community and world better than you found it”, Martin Wright Edelman.
Di dunia Pendidikan tersedia banyak informasi tentang imajinasi,  pengetahuan, ide, nilai-nilai, etika, penalaran dan itu semua membuat  manusia menjadi lengkap dan memiliki nilai tambah atas kesempurnaannya  sebagai pemimpin di muka bumi ini. Pendidikan membawa perbaikan,  menambah kecerdasan, dan membuat orang terbebas dari rasa takut, kuatir  dan gelisah, serta merdeka dan percaya diri. Hanya manusia sajalah yang  bisa memiliki kemampuan belajar seperti ini, dan tidak dimiliki oleh  hewan manapun.
Pendidikan tidak berarti hanya membaca dan menulis, tetapi juga  berpikir, belajar, penalaran, pengalaman praktis dan seterusnya.  Pendidikan adalah proses belajar dari buaian hingga liang kubur.  Pendidikan telah membawa banyak perubahan di dunia fisik dan mental  manusia dan mengubah seluruh peradaban sejak zaman purba sampai  sekarang. Mengutip pernyataan Ariel dan Will Durant, bahwa “Pendidikan  adalah transmisi peradaban manusia”.
Pendidikan membuat dampak yang luar biasa di masyarakat. Kualitas  masyarakat tergantung pada kualitas sistem pendidikan yang diterapkan.  Banyak Pakar Pendidikan, baik di dalam maupun di manca Negara lainnya  mengemukakan, “kelembagaan pendidikan yang baik akan sangat berpengaruh  dalam menjalani kehidupan yang lebih baik”. Pendidikan yang benar  membuat orang-orang mampu membangun karakter, nilai, etika, dan mampu  mempersiapkan masyarakat dan negara secara keseluruhan untuk bisa  mengejar ketertinggalannya. Pendidikan yang benar adalah warisan atau  hadiah, yang kita sampaikan kepada generasi kita berikutnya. George  Peabody mengatakan, “Pendidikan adalah utang kita sekarang untuk  generasi masa depan”.
Dampak Pendidikan bagi Masyarakat
Tidak ada suatu bangsa manapun yang bisa berkembang tanpa pendidikan  yang tepat. Dan Indonesia adalah salah satu Negara Plural dengan  berbagai tradisi dan budaya, yang sejak jauh sebelum merdeka dari tangan  penjajah, sudah menggiatkan diri untuk menjadi Negara yang terdidik,  baik dididik oleh pengalaman maupun budayanya yang terus-menerus  berkembang. Mari kita telaah kembali sejarah para pendiri negara ini  dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Para perintis  kemerdekaan itu adalah manusia-manusia terdidik yang memiliki semangat  satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa, yakni Indonesia.
Indonesia sebagai negara berkembang yang tradisi masyarakatnya sangat  beragam, memiliki sumber daya manusia yang sangat besar, dan memiliki  kebutuhan tenaga teknis yang sangat tinggi. Walaupun dampak pendidikan  di masyarakat sangat besar, namun masih banyak daerah abu-abu, yang  perlu ditangani secara serius. Dalam sepuluh tahun terakhir ini,  Indonesia telah mengembangkan demokrasi politik, budaya, ekonomi dan  sosial, tetapi kita masih perlu memfokuskan diri pada arah yang benar,  yang mampu menyatukan kepentingan semua pihak dalam kondisi tradisi yang  berbeda-beda.
“Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat kita gunakan untuk  mengubah dunia”, kata Nelson Mandela. Hal ini sangat jelas bahwa tidak  ada senjata yang lebih unggul selain pendidikan. Berkah dari suatu  pendidikan adalah pengembangan teknologi, yang telah membawa perubahan  signifikan dalam masyarakat. Jika teknologi ini digunakan dalam arah  yang benar dan ditujukan untuk memperkuat sistem pendidikan kita, maka  kita dapat mengharapkan keajaiban di dalam masyarakat kita secara  keseluruhan. Meminjam istilah Mario teguh, “lihat apa yang terjadi ….  !!!.”
Pendidikan dan Pengalaman Hidup Manusia
Pete Seeger, mengatakan, “Pendidikan adalah ketika kita mampu membaca  pengalaman kecil yang kita mengerti sebab dan akibatnya. Pengalaman  adalah apa yang kita peroleh di setiap perjalan hidup kita”. Sebagian  besar kita membuat banyak kesalahan yang mengakibatkan perjalanan  kehidupan kita menjadi pahit dan memilukan, tentu saja, akibat dari  pengalaman yang kita temui tidak sesuai dengan harapan dan keinginan  kita.
Kita cenderung membuat banyak kesalahan dalam hidup kita, dimana  seolah-olah orang lain tidak berpendidikan. Dan kita cenderung untuk  membuat lebih banyak kesalahan ketika kita mampu memastikan bahwa orang  lain tersebut benar-benar tidak berpendidikan. Karena sebenarnya kita  tidak pernah tahu seseorang berpendidikan atau tidak, yang kita tahu  hanya topeng diluar, bahasa yang digunakan sebagai kendaraan berfikir  dan cara-cara kita menjaga penampilan.
Seorang individu yang berpendidikan percaya bahwa dalam proses  pendidikan terdapat metode error yang menjadi bagian dari kesempurnaan  manusia untuk lebih mengetahui kebenaran. Justru, kebanyakan orang yang  tidak berpendidikan percaya pada pengamatan dan pengetahuan praktis yang  tidak mentolerir adanya kesalahan sekecil apapun. Pendidikan membawa  kita menyusuri kompleksitas dalam kehidupan manusia, sehingga membuat  hidup lebih mudah, sederhana dan nyaman. Berkenaan dengan kondisi ini  John Dewey mengatakan, “Pendidikan bukanlah persiapan untuk hidup, tapi  pendidikan adalah hidup itu sendiri”.
Masalah Pendidikan Sekarang
Indonesia merupakan negara dengan populasi cukup besar di dunia dan  sayangnya secara kualitas masih perlu diperjuangkan. Ini mungkin, karena  selain populasi penduduk yang besar, jenis administrasi pemerintahan  dan sistem politik yang kita miliki. Masih banyak kita temui  tekanan-tekanan secara birokratis yang memaksakan diri untuk kita terima  sebagai sesuatu yang wajar. Hal ini tentu saja tidak bisa mendorong  imajinasi, kreativitas dan orisinalitas pada masyarakat kita. Penekanan  apapun, yang dilakukan dimasyarakat maupun ditempat-tempat lainnya pada  aspek-aspek kehidupan praktis, tidak ada yang bisa efektif untuk memacu  produktivitas. Kondisi ini telah melanda sebagian besar masyarakat kita  bahkan dalam aspek teoritis dan konsep-konsep, sehingga tuntutan  kebutuhan yang serba pragmatis, praktis dan instant melanda sebagian  besar lembaga-lembaga pendidikan kita. Kita tidak bisa mengelak jika  sebagian besar masyarakat pengelola pendidikan kita masih menggunakan  sistem untung-rugi dalam konteks financial. Hal ini tidak bisa kita  salahkan seratus persen, karena pemerintah sendiri belum bisa menjamin  100% lembaga pendidikan tersebut bisa bertahan hidup.
Dalam kondisi sistem administrasi pemerintahan masih seperti ini, dengan  berbagai tekanan birokrasi yang kuat, serta sikap apatisme masyarakat  yang semakin tinggi, maka jangan berharap dana-dana bantuan operasional  sekolah dan dana-dana lainnya bisa lancar turun ke bawah. Kondisi  seperti ini diperparah dengan perilaku masyarakat pengelola pendidikan  yang menerima begitu saja ketentuan-ketentuan yang jelas-jelas  menyimpang dari petunjuk teknis pelaksanaannya.
Sementara itu, anak-anak kita di sekolah dijejali dengan banyak buku dan  mereka merasa sangat stres. Meskipun pemilikan buku bagi setiap siswa  sekarang ini, tidak diwajibkan, namun pemaksaan secara halus dan  sembunyi-sembunyi masih dilakukan. Kita menyaksikan dengan mata kepala  kita sendiri, milyaran dana buku gratis setiap kabupaten dan kotamadya  masih belum efektif dimanfaatkan.
Pada kenyataannya, untuk memahami pendidikan tidaklah sesulit apa yang  kita bayangkan sekarang. Pendidikan sudah semestinya diisi dengan  hiburan dan menyenangkan sehingga siswa dapat menemukan kegembiraan  belajar. Saya tidak habis mengerti, mengapa anak-anak kita disekolah  kehilangan kegembiraannya ?. Anak-anak merasa ngeri untuk pergi ke  sekolah karena terlalu banyak belajar. Bahkan di rumah anak-anak  melibatkan diri mereka sendiri, begitu banyak waktu, untuk menyelesaikan  pekerjaan rumah dari sekolah. Saya jadi terus-menerus bertanya, apa  yang menjadi tujuan pendidikan kita sebenarnya?
Selanjutnya, dalam penerapan KTSP, Guru hanya fokus kepada tingkat  satuan pelajaran saja. Setiap Guru belum mampu mengidentifikasi  kemampuan dan kelemahan setiap anak didiknya, dan mendiskusikannya di  tingkat sekolah. Masih banyak kita temui disetiap kelas bahwa pandangan  dan pendapat dari siswa tidak lagi dihormati dan dihargai layaknya  sebagai teman. Siswa selalu dikenakan apa pun yang ada di buku yang  mengakibatkan kurangnya imajinasi dan kreatifitas. Kondisi ini  ditegaskan oleh RW Emerson yang mengatakan, “Rahasia dalam pendidikan  terletak pada menghargai siswa”. Hanya ketika siswa yang dihormati dan  dihargai sajalah, yang akan terus-menerus mencoba untuk berpikir  imajinatif, kreatif, inovatif dan mampu keluar dari belenggu fikirannya  sendiri. Siswa harus disediakan waktu untuk lebih banyak memiliki  kebebasan berpikir.
Selanjutnya, dalam penerapan KTSP, Guru hanya fokus kepada tingkat  satuan pelajaran saja. Setiap Guru belum mampu mengidentifikasi  kemampuan dan kelemahan setiap anak didiknya, dan mendiskusikannya di  tingkat sekolah. Masih banyak kita temui disetiap kelas bahwa pandangan  dan pendapat dari siswa tidak lagi dihormati dan dihargai layaknya  sebagai teman. Siswa selalu dikenakan apa pun yang ada di buku yang  mengakibatkan kurangnya imajinasi dan kreatifitas. Kondisi ini  ditegaskan oleh RW Emerson yang mengatakan, “Rahasia dalam pendidikan  terletak pada menghargai siswa”. Hanya ketika siswa yang dihormati dan  dihargai sajalah, yang akan terus-menerus mencoba untuk berpikir  imajinatif, kreatif, inovatif dan mampu keluar dari belenggu fikirannya  sendiri. Siswa harus disediakan waktu untuk lebih banyak memiliki  kebebasan berpikir.
Sangat disayangkan pula, bahwa Guru-gurupun belum dibayar mahal, mungkin  bagi mereka yang sudah tersertifikasi saja, yang mungkin baru bisa  menikmati penghasilan cukup. Selama ini para guru sudah cukup lelah  mengejar karier mereka sendiri untuk mendapatkan sertifikasi dari  pemerintah, dengan berbagai bentuk jalan pintas. Selain itu, masih  banyak Guru-guru kita, memanfaatkan waktu sisanya untuk menambah nafkah  keluarganya dengan bekerja selain menjadi Guru.
Sumber : Kaskus
Terima Kasih
 


























0 Komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar Anda !!!!!