Disusun dan Diterbitkan oleh: SUBDISJARAH DISWATPERSAU 2001
Tebal Halaman : 150 Halaman
Buku dengan sampul nuansa biru bergambar pesawat cikal bakal Garuda Indonesia jenis C-47 Dakota RI-001 dan disisipkan di pojoknya foto monumen komunikasi perhubungan TNI AU Playen ini, terkesan ingin menggambarkan masa-masa lalu. Memang, buku setebal 147 halaman ini menggambarkan dan menceritakan, bagaimana pentingnya TNI AU (dulu AURI) di masa-masa lalu.
Buku baru ini diterbitkan oleh Sub Dinas Sejarah TNI AU, Mabes TNI AU, dan berkonsultasi dengan PT Bayu Mahardhika. Judulnya cukup panjang, yaitu Peran TNI AU Pada Masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) Tahun 1948-1949, walaupun setelah tiga kata pertama, kata-katanya tidak begitu jelas terlihat.
Buku ini tidak terlalu tebal untuk ukuran cerita sejarah karena memang hanya menggambarkan kurun waktu yang singkat, satu tahun. Dalam kurun waktu antara 1948-1949 itu, sengaja diungkap peran penting TNI AU, khususnya dalam bidang komunikasi perhubungan radio.
Komunikasi melalui radio dibangun oleh anggota-anggota TNI AU untuk mendukung perjuangan PDRI di daerah Sumatera. Dengan radio komunikasi, memungkinkan kegiatan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemer-dekaan RI yang diproklamasi-kan 17 Agustus 1945, dapat diketahui oleh dunia luar, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Menariknya, buku ini dilengkapi gambar-gambar dokumentasi yang mendukung kebenaran sejarah. Sesuai jalannya sejarah, penjajah Belanda yang tidak ingin Indonesia merdeka, melakukan agresinya melalui serangan darat dan udara. TNI AU nyaris lumpuh menghadapi serangan udara Belanda, khususnya lumpuhnya kekuatan udara di Pangkalan Udara Maguwo di Yogyakarta, yang kala itu sebagai ibukota negara.
Melihat situasi gawat itu, pemerintah pusat memerintahkan Menteri Kesejahteraan RI, Sjafruddin Prawiranegara, untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. Untuk melakukan komunikasi dengan para pemimpin perjuangan di Jawa dan daerah lain, PDRI menggunakan radio perhubungan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Fungsi dan keberadaannya diakui oleh Safrudin Prawira-negara, bahwa tanpa radio, PDRI tak dapat berbuat banyak.
Kisah sejarah pun berlanjut. Belanda menangkap para pejabat tinggi RI, termasuk KSAU Komodor Suryadarma, kemu-dian mengasingkannya ke Pulau Bangka. Dengan tidak adanya pimpinan AURI, PDRI mengangkat Opsir Udara I Hubertus Suyono menjadi KSAU PDRI. Diangkat pula Opsir Udara I Soejoso Karsono, yang berkedudukan di Kutaraja, Aceh, sebagai KSAU cadangan I dan Opsir Udara II Wiweko Supono di Rangoon, Burma, sebagai KSAU cadangan II.
Digambarkan dengan jelas, betapa banyak stasiun radio yang dimiliki TNI AU masa itu, untuk mendukung komunikasi perhubungan PDRI. Yaitu: stasiun radio "ZZ" di Kototinggi untuk melayani daerah Sumatera bagian tengah; stasiun radio pemancar "UDO" yang mengikuti gerakan gerilya PDRI; stasiun radio "PD-2" di Kutaraja dan "NBM" di Tangse, Aceh; pemancar radio "SMN" di pesawat Dakota Indonesian Airways, yang beroperasi di Rangoon, Burma; serta stasiun radio "PC-2" yang digunakan Kolonel TB Simatupang di Playen, Wonosari. Melalui stasiun-stasiun radio AURI, semua berita perjuangan diketahui negara-negara lain.
Bagaimana prosesnya, darimana peralatan diperoleh, siapa pelaku-pelakunya, dan apa hasilnya, secara lengkap diceritakan dalam buku sejarah ini.
Tebal Halaman : 150 Halaman
Buku dengan sampul nuansa biru bergambar pesawat cikal bakal Garuda Indonesia jenis C-47 Dakota RI-001 dan disisipkan di pojoknya foto monumen komunikasi perhubungan TNI AU Playen ini, terkesan ingin menggambarkan masa-masa lalu. Memang, buku setebal 147 halaman ini menggambarkan dan menceritakan, bagaimana pentingnya TNI AU (dulu AURI) di masa-masa lalu.
Buku baru ini diterbitkan oleh Sub Dinas Sejarah TNI AU, Mabes TNI AU, dan berkonsultasi dengan PT Bayu Mahardhika. Judulnya cukup panjang, yaitu Peran TNI AU Pada Masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) Tahun 1948-1949, walaupun setelah tiga kata pertama, kata-katanya tidak begitu jelas terlihat.
Buku ini tidak terlalu tebal untuk ukuran cerita sejarah karena memang hanya menggambarkan kurun waktu yang singkat, satu tahun. Dalam kurun waktu antara 1948-1949 itu, sengaja diungkap peran penting TNI AU, khususnya dalam bidang komunikasi perhubungan radio.
Komunikasi melalui radio dibangun oleh anggota-anggota TNI AU untuk mendukung perjuangan PDRI di daerah Sumatera. Dengan radio komunikasi, memungkinkan kegiatan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemer-dekaan RI yang diproklamasi-kan 17 Agustus 1945, dapat diketahui oleh dunia luar, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Menariknya, buku ini dilengkapi gambar-gambar dokumentasi yang mendukung kebenaran sejarah. Sesuai jalannya sejarah, penjajah Belanda yang tidak ingin Indonesia merdeka, melakukan agresinya melalui serangan darat dan udara. TNI AU nyaris lumpuh menghadapi serangan udara Belanda, khususnya lumpuhnya kekuatan udara di Pangkalan Udara Maguwo di Yogyakarta, yang kala itu sebagai ibukota negara.
Melihat situasi gawat itu, pemerintah pusat memerintahkan Menteri Kesejahteraan RI, Sjafruddin Prawiranegara, untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. Untuk melakukan komunikasi dengan para pemimpin perjuangan di Jawa dan daerah lain, PDRI menggunakan radio perhubungan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Fungsi dan keberadaannya diakui oleh Safrudin Prawira-negara, bahwa tanpa radio, PDRI tak dapat berbuat banyak.
Kisah sejarah pun berlanjut. Belanda menangkap para pejabat tinggi RI, termasuk KSAU Komodor Suryadarma, kemu-dian mengasingkannya ke Pulau Bangka. Dengan tidak adanya pimpinan AURI, PDRI mengangkat Opsir Udara I Hubertus Suyono menjadi KSAU PDRI. Diangkat pula Opsir Udara I Soejoso Karsono, yang berkedudukan di Kutaraja, Aceh, sebagai KSAU cadangan I dan Opsir Udara II Wiweko Supono di Rangoon, Burma, sebagai KSAU cadangan II.
Digambarkan dengan jelas, betapa banyak stasiun radio yang dimiliki TNI AU masa itu, untuk mendukung komunikasi perhubungan PDRI. Yaitu: stasiun radio "ZZ" di Kototinggi untuk melayani daerah Sumatera bagian tengah; stasiun radio pemancar "UDO" yang mengikuti gerakan gerilya PDRI; stasiun radio "PD-2" di Kutaraja dan "NBM" di Tangse, Aceh; pemancar radio "SMN" di pesawat Dakota Indonesian Airways, yang beroperasi di Rangoon, Burma; serta stasiun radio "PC-2" yang digunakan Kolonel TB Simatupang di Playen, Wonosari. Melalui stasiun-stasiun radio AURI, semua berita perjuangan diketahui negara-negara lain.
Bagaimana prosesnya, darimana peralatan diperoleh, siapa pelaku-pelakunya, dan apa hasilnya, secara lengkap diceritakan dalam buku sejarah ini.
Terima Kasih
0 Komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* : 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar Anda !!!!!