Jika dilihat secara sepintas, benda-benda di langit tampak bergerak dari timur ke barat. Selama satu hari satu malam, bintang-bintang, planet, Bulan, dan Matahari terbit dan tenggelam. Namun sebenarnya bukan hanya gerakan terbit dan tenggelam saja yang terjadi pada benda-benda langit tersebut. Ada yang bergerak dari ekuator ke utara, kembali ke ekuator, ke selatan, dan kembali lagi ke ekuator dalam waktu satu bulan atau satu tahun, seperti Bulan atau Matahari. Ada objek yang arah geraknya berubah-ubah dalam hitungan bulan. Awalnya bergerak dari barat ke timur lalu berubah menjadi dari timur ke barat, lalu kembali lagi seperti semula, sebagaimana yang terjadi dengan semua planet. Dan ada juga planet yang tidak pernah jauh dari Matahari, yang hanya terlihat di barat setelah Matahari terbenam atau di timur sebelum Matahari terbit. Dari gerakan benda-benda langit yang kompleks tersebut kemudian timbul pertanyaan besar, apa yang sebenarnya terjadi di langit?
Pemikiran tentang gerak benda langit sudah dilakukan ratusan tahun sebelum masehi. Prosesnya dimulai sejak Anaximander (611-546 SM) membuat model geosentris pertama dengan mengungkapkan bahwa Bumi datar, tidak bergerak, dan dikelilingi oleh Matahari, Bulan, dan bintang-bintang yang terletak pada kulit-kulit bola. Kemudian Phytagoras (569-475 SM), yang mengajarkan bahwa bola adalah bentuk geometri yang paling sempurna, membuat perubahan pada model sebelumnya dengan mengatakan bahwa bentuk Bumi adalah bulat. Tambahan mendetil juga diberikan oleh Eudoxus (408 SM) tentang gerak benda langit yang melingkar.
Model geosentris ini terus disempurnakan oleh beberapa orang, misalnya Aristoteles (384-322 SM). Ia memiliki kelebihan dibanding orang-orang sebelumnya karena melakukan pengamatan untuk memperjelas model geosentris ini. Dari salah satu hasil pengamatannya ia memberikan bukti yang menunjukkan bahwa Bumi itu bulat. Kesimpulan itu didapatnya setelah mengamati bayangan Bumi yang mengenai permukaan Bulan pada peristiwa gerhana Bulan berbentuk lingkaran. Ia juga berpendapat bahwa ukuran Bumi yang sangat besar membuatnya tidak mungkin untuk bergerak.
Pertentangan kemudian muncul ketika Aristarchus (310-230 SM) menolak model geosentris. Dan ia pun menjadi orang yang untuk pertama kalinya mengusulkan ide bahwa sebenarnya Mataharilah yang menjadi pusat alam semesta (heliosentris). Menurutnya, Bumi bergerak mengelilingi Matahari sembari melakukan rotasi. Salah satu hal yang mendasari pernyataan Aristarchus ini adalah perhitungannya terhadap ukuran Matahari. Matahari dikatakan lebih besar daripada Bumi. Maka berdasarkan pernyataan Aristoteles, Matahari lebih tidak mungkin bergerak daripada Bumi.
Gagasan Aristarchus ini kemudian tidak mendapat tanggapan dan dukungan dari masyarakat sekitarnya saat itu. Terutama karena tidak ada orang yang dapat membuktikan bahwa Bumi sedang bergerak melakukan rotasi ataupun mengelilingi Matahari. Salah satu bukti yang dicari saat itu adalah paralaks akibat Bumi mengelilingi Matahari. Namun karena tidak ada yang dapat mengamatinya maka disimpulkan bahwa Bumi memang tidak mengelilingi Matahari. Dan mereka beranggapan bahwa jika Bumi berotasi, maka semua benda di udara akan tertinggal dan menimbulkan angin besar. Tetapi karena hal itu tidak terjadi, maka disimpulkan bahwa Bumi memang tidak berotasi.
Berbagai peningkatan akurasi model geosentris kemudian dilakukan oleh Hipparchus (190-120 SM), yang meletakkan Bumi tidak tepat di pusat sistem (melainkan di posisi eksentris) dan mendefinisikan lingkaran episiklis dan deferen untuk planet-planet. Episiklis adalah lintasan planet yang berbentuk lingkaran, yang titik pusatnya berada di deferen, yaitu sebuah lingkaran yang titik pusatnya berada dekat dengan Bumi. Dalam perkembangannya, sebuah episiklis bisa saja berada dalam episiklis lainnya. Jadi, dalam sistem ini semua planet bergerak mengelilingi titik pusat episiklisnya, sementara titik pusat episiklisnya tersebut bergerak sepanjang deferen.
Perubahan dalam model geosentris baru ini diperlukan untuk menjelaskan gerak benda langit yang memang cukup rumit. Episiklis diperlukan untuk menjelaskan gerak retrograde planet sedangkan posisi Bumi yang tidak di pusat berfungsi untuk menjelaskan laju Matahari, Bulan dan planet yang tidak konstan. Perubahan juga diperlukan untuk peningkatan akurasi karena model ini dibuat dengan tujuan agar dapat digunakan dalam pengamatan selanjutnya, dengan kata lain, posisi benda langit pada waktu apapun harus dapat diramalkan dengan akurat. Tujuan ini menjadi berbeda dengan tujuan awal pembuatan model yang hanya berlandaskan kepentingan filosofis saja.
Hipparchus membuat model geosentrisnya ini dengan menggunakan data dari pengamatannya sendiri yang cukup akurat. Ini adalah salah satu kelebihannya. Model ini juga disebut-sebut sebagai yang terbaik karena dapat menjelaskan gerak retrograde planet, kecerlangan maksimum planet superior yang terjadi saat retrograde, laju orbit planet, Matahari dan Bulan yang tidak konstan, serta karena model ini dapat diperbaiki akurasinya dengan penambahan episiklis.
Sampai saat ini, model geosentris dibuat dengan menempatkan Bumi di pusat sistem, kemudian berturut-turut ke arah luar adalah Bulan, Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, Saturnus, dan bintang-bintang. Urutan tersebut dibuat berdasarkan laju yang diamati dari Bumi. Bulan berada di posisi terdekat dari Bumi karena memiliki laju orbit yang paling tinggi. Semua bintang dikatakan terletak pada jarak yang sama dari Bumi karena tidak terlihat adanya pergerakan individu. Jumlah planet juga hanya lima karena pada saat itu Neptunus dan Uranus belum ditemukan.
Untuk menjelaskan posisi Merkurius dan Venus yang tidak pernah jauh dari Matahari sehingga hanya bisa diamati pada saat Matahari belum terbit atau saat Matahari sudah terbenam, model geosentris ini membuat garis yang menghubungkan Bumi, titik pusat episiklis Merkurius dan Venus, serta Matahari. Garis ini bermakna bahwa gerak Matahari akan selalu bersamaan dengan titik pusat episiklis Merkurius serta Venus.
Apa yang dilakukan Ptolemy (85-165 M) kemudian adalah semakin menyempurnakan model yang telah dibuat oleh Hipparchus. Ptolemy memperkenalkan equant, sebuah solusi geometris untuk menjelaskan laju tak konstan objek yang mengelilingi Bumi dengan lebih baik. Dalam modelnya ini, pergerakan episiklis di deferen konstan terhadap titik equant, bukan terhadap titik pusat sebagaimana yang digunakan dalam model geosentris Hipparchus. Hal ini mengakibatkan laju planet akan terlihat tidak konstan dari pengamat di Bumi.
Model Ptolemy ini dikatakan cukup baik dalam memberikan penjelasan terhadap hasil pengamatan dan sekaligus memprediksi posisi benda langit di masa depan. Model ini pun digunakan sebagai panduan masyarakat dalam memahami alam semesta dan bertahan tanpa tandingan hingga hampir 15 abad kemudian.
Tidak banyak perubahan yang terjadi pada bentuk model geosentris di Eropa sejak kehancuran bangsa Romawi di sekitar tahun 400 M karena tidak ada rekaman yang jelas tentang itu. Perkembangan ilmu astronomi baru menghangat kembali saat adanya gebrakan dari Copernicus (1473-1543 M) yang mengemukakan model heliosentrisnya. Model tersebut mengganggu kemapanan pengetahuan tentang alam semesta geosentris. Dan dibandingkan dengan kemunculannya yang pertama kali, kali ini model heliosentris benar-benar menyita perhatian masyarakat karena kesederhanaan yang digunakannya.
Bagi Copernicus, model geosentris versi Ptolemius sudah tidak sesuai dengan berbagai prinsip filosofis yang menyatakan keistimewaan manusia dan Buminya. Ia berpendapat demikian karena pusat sistem dalam model geosentris bukanlah Bumi, melainkan titik equant. Terlebih lagi equant adalah suatu benda yang tidak berwujud. Karena itu, Copernicus mencoba membuat model yang lebih sederhana dan lebih mudah secara matematis.
Kesederhanaan dalam model heliosentris buatan Copernicus ada setidaknya dua hal, yaitu masalah posisi planet Merkurius dan Venus yang tidak pernah jauh dari Matahari dan gerak retrograde planet. Menurut model ini, penjelasan atas permasalahan posisi Merkurius dan Venus adalah karena keduanya secara alamiah terletak di antara Matahari dan orbit Bumi. Berbeda dengan model geosentris Ptolemius yang memposisikan episiklis Merkurius dan Venus secara cerdik namun rumit, yaitu dengan menggambarkan titik pusat episiklis Merkurius dan Venus yang selalu berada pada garis hubung Matahari – Bumi sehingga ketiga benda itu selalu bergerak beriringan setiap saat. Kemudian gerak retrograde juga dijelaskan sebagai peristiwa yang alamiah karena terjadi ketika planet yang laju orbitnya tinggi mendahului planet lain yang laju orbitnya lebih rendah. Jauh lebih sederhana dibandingkan model geosentris yang memerlukan episiklis untuk menjelaskannya.
Kelebihan lain model heliosentris adalah jarak semua planet dari pusat sistem dapat ditentukan dengan relatif mudah. Untuk planet dalam (yang orbitnya berada di antara Matahari dan Bumi), penghitungan jarak bisa dilakukan dengan trigonometri pada saat planet mencapai elongasi terbesarnya dari Matahari. Sedangkan untuk planet luar (orbitnya lebih jauh dari posisi Bumi), penghitungan jarak masih bisa dilakukan walaupun dengan cara yang sedikit lebih rumit. Perhitungan jarak ini tidak bisa dilakukan orang dengan model geosentris.
Model heliosentris yang dibuat Copernicus ini masih menggunakan deferen dan episiklis. Tetapi berbeda dengan penggunaannya di model geosentris Ptolemius, episiklis dan deferen di sini bukan digunakan untuk menjelaskan gerak retrograde melainkan hanya untuk menjelaskan laju orbit planet yang tidak konstan. Copernicus berhasil membuat model alam semesta yang lebih sederhana, yaitu tanpa equant dan titik eksentris. Namun ternyata modelnya memerlukan lebih banyak episiklis daripada model geosentris Ptolemius agar dapat menjelaskan hasil pengamatan. Berarti model yang ia buat masih belum cukup sederhana. Hal ini terjadi karena ia masih memegang konsep bentuk orbit lingkaran sempurna.
Walaupun tampak cukup baik, namun Copernicus masih belum dapat memberikan bukti yang mendukung model heliosentrisnya. Copernicus menyadari hal ini dan karenanya ia berniat untuk tidak mempublikasikan karyanya itu ke masyarakat. Namun menjelang akhir kehidupannya Copernicus dibujuk oleh salah satu orang dekatnya untuk menerbitkan tulisannya itu dalam sebuah buku, dan akhirnya ia menyetujuinya. Bukunya yang berjudul De Revolutionibus Orbium Caelestium (Revolusi Bola Langit) pun terbit dan sampai ke tangan Copernicus tepat di hari kematiannya, pada tanggal 24 Mei 1543. Untuk mengantisipasi kontroversi yang timbul, buku tersebut dilengkapi dengan pengantar yang menyatakan bahwa buku itu hanya memaparkan model alam semesta secara matematis saja dan tidaklah menggambarkan kenyataan sistem yang sesungguhnya. Tentu saja pernyataan ini tidak ditulis maupun disetujui oleh Copernicus.
Setelah kematian Copernicus, model heliosentrisnya tidak ikut mati. Yang terjadi justru kebalikannya, model tersebut begitu menyita perhatian publik. Penyebabnya adalah karena kontribusi beberapa orang dalam waktu kurang dari 100 tahun sejak kematian Copernicus. Mereka secara berturut-turut berperan dalam pengembangan model heliosentris baik secara langsung maupun tidak.
Tokoh pertama yang berkontribusi besar dalam pengembangan teori heliosentris setelah kematian Copernicus adalah Tycho Brahe (1546-1601 M). Ketertarikan Tycho (dibaca Tiko) pada astronomi berawal setelah ia menyaksikan gerhana Matahari tanggal 21 Agustus 1560 yang sudah diprediksi sebelumnya. Karena dilahirkan sebagai keturunan bangsawan, Tycho pun bisa mengakses buku karya Ptolemius dan beberapa tabel astronomi, termasuk yang dibuat berdasarkan model.
Pada bulan Agustus 1563, Tycho mengamati Jupiter dan Saturnus yang berada berdekatan di langit. Ternyata peristiwa ini sudah diprediksi dalam tabel astronomi yang ia miliki namun dengan akurasi yang rendah. Prediksi dari tabel Ptolemius melenceng sejauh satu bulan, sementara prediksi dari tabel Copernicus melenceng beberapa hari. Menurut Tycho, table astronomi seharusnya bisa memberikan akurasi lebih tinggi bila ditunjang dengan pengamatan planet yang lebih akurat dalam rentang waktu yang lama. Hal inilah yang kemudian menjadi cita-cita Tycho dan membuatnya meninggalkan kuliahnya.
Fenomena astronomi berikutnya yang ia hadapi adalah ketika munculnya sebuah bintang pada tahun 1572 di suatu titik yang tidak terlihat sebelumnya. Bintang ini kemudian disebut juga sebagai nova, yang berarti bintang baru. Nova tersebut lebih terang daripada Venus sehingga dapat dilihat di siang hari dan bertahan hingga lebih dari satu tahun. Tycho yang mencoba menentukan paralaks bintang tersebut dapat membuktikan bahwa bintang tersebut terletak sama jauhnya dengan bintang-bintang. Padahal masyarakat saat itu menganggap nova adalah peristiwa yang terjadi di atmosfer Bumi.
Tycho, yang sempat berkeliling Eropa untuk memperdalam ilmu astronominya, kemudian berkeinginan untuk menetap di Swiss. Namun Raja Denmark yang berkuasa saat itu tidak ingin kehilangan astronom terbaik di negerinya. Jadi ia kemudian memberikan Tycho sebuah pulau kecil agar ia tetap berada di Denmark. Di pulau itu Tycho pun membangun sebuah kastil bernama Uraniborg dan observatorium yang dilengkapi dengan peralatan yang memiliki akurasi tinggi.
Di observatoriumnya inilah ia melakukan pengamatan komet pada tahun 1577. Banyak orang berpendapat bahwa komet, seperti juga nova sebelumnya, adalah fenomena yang terjadi atmosfer Bumi. Dan sekali lagi Tycho membuktikan bahwa komet itu bukan seperti yang dikira. Komet adalah sebuah benda langit yang terletak jauh di belakang Bulan.
Kedua hasil pengamatan Tycho tersebut memberikan pengaruh sangat besar terhadap dunia astronomi dan filosofi saat itu. Kepercayaan yang dianut banyak orang saat itu adalah bahwa area langit tempat bintang-bintang berada adalah tempat yang keadaannya selalu tetap, tanpa perubahan sejak era penciptaan. Hasil pengamatan Tycho terhadap nova itu kemudian diterbitkan dalam buku berjudul De Stella Nova yang membuatnya terkenal di seluruh Eropa, sedangkan hasil pengamatannya tentang komet baru terbit setelah ia meninggal dunia.
Tycho juga memiliki sebuah model alam semesta versinya sendiri. Model tersebut tampak seperti perpaduan antara model Ptolemius dan Copernicus, karena menyatakan bahwa Bumi ada di pusat alam semesta dan dikelilingi oleh Matahari, Bulan dan bintang-bintang. Perbedaannya terletak pada posisi dominan Matahari karena dikelilingi oleh semua planet selain Bumi. Namun model ini tidak memiliki pengaruh besar kepada masyarakat di sekitarnya saat itu.
Di observatoriumnya, Tycho melakukan pengamatan yang akurat terhadap berbagai benda langit. Hasilnya adalah data tentang posisi planet-planet dan 700 bintang selama 20 tahun. Namun ia tidak dapat mengolah data tersebut karena kekurangannya dalam matematika. Setelah meninggalkan Denmark pada tahun 1597, ia membangun observatorium baru di Praha. Sembari menunggu pembangunan tersebut, ia mencari orang yang dapat mengolah data yang dimilikinya. Kemudian baru di tahun 1600 ia mempekerjakan seorang ahli untuk mengolah data tersebut. Orang itu adalah Johannes Kepler (1571-1630 M). Kepler memiliki tugas melakukan analisis matematika terhadap data yang dimiliki Tycho. Setelah Tycho meninggal, data pengamatan Tycho yang sangat penting itu segera diambil alih oleh Kepler. Ia kemudian menghabiskan waktu hingga 8 tahun sebelum menemukan apa yang kita sebut sekarang dengan Hukum Kepler.
Kepler mempublikasikan dua hukum awalnya terlebih dahulu pada tahun 1609 dan hukum ketiganya baru 10 tahun kemudian. Seperti kita tahu, Hukum Pertama Kepler menyebutkan bahwa semua planet mengelilingi Matahari dengan bentuk orbit elips, bukan lingkaran, dan Matahari terletak bukan di tengah elips melainkan di titik fokusnya. Kemudian Hukum Kedua Kepler menyebutkan bahwa laju orbit planet berubah-ubah, lambat jika jauh dari Matahari (di titik aphelion) dan cepet jika dekat dari Matahari (di titik perihelion). Dengan dua hukum awal ini maka episiklis dan deferen sudah tidak diperlukan lagi. Model heliosentris pun berubah menjadi jauh lebih sederhana.
Di saat yang hampir bersamaan, Galileo (1564-1642 M) mengarahkan teleskopnya ke langit dan melakukan beberapa pengamatan yang hasilnya mendukung model heliosentris. Pertama, ia menyaksikan perubahan fase Venus dari waktu ke waktu, seperti halnya Bulan. Galileo mengetahui bahwa penyebabnya adalah perubahan posisi Venus ketika mengelilingi Matahari dan hal ini tidak akan terjadi pada model geosentris. Lalu pengamatannya pada Jupiter menunjukkan bahwa ada 4 buah benda yang selalu berada di sekitar Jupiter sepanjang waktu. Menurut Galileo, keempatnya adalah satelit Jupiter dan hubungannya dengan Jupiter sama seperti hubungan Bumi dan Bulan. Pemahaman ini memberikan perubahan pemikiran tentang hubungan Bumi-Bulan dalam model heliosentris. Dahulu orang berpikir bahwa jika Bumi mengelilingi Matahari, maka Bulan (yang mengelilingi Bumi) akan tertinggal. Namun fakta bahwa Jupiter tidak meninggalkan 4 satelitnya (kini disebut dengan satelit Galilean) menunjukkan bahwa Bulan juga tidak akan tertinggal dari Bumi walaupun Bumi bergerak mengelilingi Matahari.
Pengamatan Galileo pada Bulan dan Matahari juga memberikan pengaruh besar di jaman itu. Bulan diketahui memiliki permukaan yang tidak rata sedangkan Matahari diketahui memiliki bintik gelap (sunspot) yang bergerak di permukaan Matahari seiring dengan rotasi Matahari. Kedua fakta tersebut menyanggah filosofi bahwa semua benda langit adalah benda yang sempurna, tanpa kecacatan.
Ilmu baru ini bukannya diterima oleh masyarakat luas namun justru membuat Galileo dihukum. Ia dianggap membuat ajaran baru yang menentang agama saat itu. Dalam keadaan buta, ia dijadikan tahanan di rumahnya sendiri. Cap sebagai terhukum pada Galileo sendiri baru dicabut pada tahun 1992, dan sejak itu ia dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbaik.
Paska penemuan Kepler, model heliosentris tidaklah dapat diterima langsung oleh masyarakat saat itu. Penyebabnya adalah apa yang ditemukan Kepler belum dapat dijelaskan secara fisis. Belum ada penjelasan secara ilmiah mengapa Bumi mengelilingi Matahari dan bukan sebaliknya. Tidak lama setelah itu, jawaban yang dinanti pun muncul dari Newton (1642-1727 M). Hukum Gravitasi Newton yang kita kenal sekarang ini ternyata berkaitan erat dengan Hukum Ketiga Kepler, yang menunjukkan adanya hubungan antara kuadrat periode orbit dengan pangkat tiga jaraknya dari pusat sistem. Hukum Newton juga menyebutkan bahwa sudah sepantasnyalah benda bermassa kecil mengelilingi benda yang bermassa lebih besar. Maka, semakin kuatlah dukungan terhadap model heliosentris.
Model heliosentris akan semakin kuat jika bukti rotasi dan revolusi Bumi ditemukan. Keduanya hanya tinggal menunggu waktu saja seiring dengan teknologi yang semakin canggih. Akhirnya memang bukti-bukti tersebut ditemukan. Bukti revolusi Bumi yang pertama ditemukan adalah aberasi bintang pada tahun 1727 oleh James Bradley walaupun ia sedang mencari bukti adanya paralaks bintang. Sementara paralaks bintang baru ditemukan pada tahun 1837 oleh F. Bessel. Sedangkan bukti Bumi berotasi adalah adanya efek Coriolis dan efek pendulum Foucault.
Kita bisa lihat bahwa kelahiran dan perkembangan model alam semesta (dalam hal ini, tata surya) selalu berkaitan dengan pengamatan. Model heliosentris akhirnya bisa diterima masyarakat karena memang model tersebut sederhana, dan yang penting, ada bukti-bukti yang mendukungnya. Jadi kita bisa menilai model mana yang lebih objektif. Kecuali ada bukti-bukti baru yang mendukung model geosentris, model heliosentris akan terus digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber : Dunia Astronomi
Terima Kasih
0 Komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* : 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar Anda !!!!!