Tidak  dipungkiri, meski saat ini kita hidup dalam era digital dan kesejagatan,  tetapi pada sebagian masyarakat Indonesia masih ada saja yang  mempercayai bahwa dukun adalah sosok yang bisa dimintai jasa untuk  kepentingan tertentu. Wikipedia menyebutkan bahwa “dukun adalah  seseorang yang membantu masyarakat dalam upaya penyembuhan penyakit  melalui tenaga supranatural”. Meski  Wikipedia hanya merumuskan dukun untuk kepentingan penyembuhan penyakit,  tetapi dalam kenyataannya di Indonesia, selain dimanfaatkan untuk  menyembuhkan penyakit (fisik maupun psikologis), jasa dukun juga  dimanfaatkan untuk kepentingan promosi jabatan (karier/vokasional),  memperoleh jodoh (sosial), bahkan memperoleh kepandaian intelektual dan  kesuksesan dalam belajar (akademik). Tidak menutup kemungkinan ada  seseorang  yang ingin lulus Ujian Nasional atau Sidang Sarjana, bukannya  belajar secara sungguh-sungguh tapi malah pergi ke dukun.
Pengetahuan  dan keterampilan seorang dukun tidak diperoleh melalui pendidikan  formal yang tinggi, karena hingga saat ini sepengetahuan saya, di  Indonesia atau mungkin di dunia, belum ada sekolah atau perguruan tinggi  yang membuka program studi keahlian perdukunan. Kalau pun ada, mungkin  hanya  sebatas kursus privat yang sangat terbatas (eksklusif), yang  hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu. Untuk  bisa menjadi  seorang dukun tidak diwajibkan menempuh pendidikan formal tertentu.  Seorang dukun tidak perlu menguasai komputer, tidak perlu menguasai  metode ilmiah, tidak perlu  menulis. Bahkan, tidak perlu memahami  karakteristik pasiennya, karena dia akan melaksanakan pelayanan dari  sudut pandang dia. Oleh karena itu, siapapun pasiennya biasanya akan  diberi perlakuan yang sama.
Pelayanan  yang diberikan sang dukun kepada pasien (user) hadir dalam berbagai  ragam. Meski hampir bisa dipastikan tidak akan pernah ada standar  pelayanan dan kompetensi dukun nasional, namun dalam praktik  pelayanannya biasanya dilakukan melalui prosedur-prosedur (ritual)   tertentu, yang tentunya setiap dukun akan menentukan prosedurnya  masing-masing. Diantaranya ada prosedur yang agak masuk akal  (logis-rasional), tetapi pada umumnya prosedur yang ditempuh sangat jauh  dari akal sehat dan terkesan asal-asalan alias “semau gue”. Jangankan  pasien atau orang awam lainnya, mungkin dukunnya sendiri akan  mengalami  kesulitan jika diminta menjelaskan  apa dan mengapa prosedur itu  harus  ditempuh terutama kaitannya dengan jasa yang diminta. Misalnya, apa  hubungannya antara mandi kembang dengan dapat jodoh atau keberhasilan  karier, apa hubungannya minuman yang telah dicelupi batu oleh  Ponari  dengan kesembuhan  sang pasien.
Bagaimana  dengan hasil yang diterima oleh pasien (klien) atas pelayanan sang  dukun? Walaupun ada diantaranya yang  merasakan manfaat dari pelayanan  sang dukun tetapi sangat sulit untuk diprediksikan apalagi jika harus  dijelaskan dan dihitung secara kuantitatif.
Mari  kita bandingkan dengan tiga jenis pekerjaan di Indonesia yang saat ini  secara yuridis telah diakui sebagai pekerjaan profesional, yaitu: guru,  konselor dan pengawas sekolah. Guru dan konselor memiliki sasaran (user)  yang sama yaitu siswa (konseli), sementara sasaran (klien) pengawas  sekolah adalah guru (personal) dan sekolah (manajerial). Dilihat dari  ruang lingkup jasa pelayanan yang diberikan kepada sasaran (user) dari  ketiga jabatan tersebut pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan dukun,  yaitu mencakup: pribadi, sosial, karier dan belajar (akademik) dari user  masing-masing.
Untuk  menyandang ketiga jabatan tersebut harus menempuh pendidikan yang cukup  lama, untuk guru sekurang-kurangnya D4/S1, sementara untuk menjadi  pengawas sekolah minimal  S2 ditambah pendidikan profesi. Dengan  pendidikan yang lama, diharapkan dalam dirinya tersedia pengetahuan dan  keterampilan yang tinggi tentang bidangnya masing-masing.  Mereka  dituntut untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur standar  yang bisa dijelaskan dan dipertanggung jawabkan secara etik-moral maupun  ilmiah. Begitu juga, mereka dituntut memberikan hasil yang pasti dan  bisa diprediksi  bagi kliennya masing-masing.
Singkatnya,  ketiga profesi tersebut dituntut melaksanakan pekerjaan yang tidak  asal-asalan  dan dengan hasil-hasil yang jelas dan terukur. Jika tidak,  lantas apa bedanya dengan dukun?
Terima Kasih
























1 Komentar:
infonya very useful for us, thank you for the info you always hope in the mercy of Allah. :)
OBAT MIOM AMPUH
by Bin Hakim
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar Anda !!!!!