Tulisan
ini dimaksudkan bukan untuk mencari kebenaran dan mematahkannya tetapi mencari
kebenaran dari teori dan cerita yang pernah didengar oleh saya
sebelumnya. Jadi anggaplah ini sekedar cerita atau sharing yang letak
kebenaran sesungguhnya ada didalam kalbu kita masing-masing.
Bagi
yang non muslim juga boleh membaca tulisan ini, siapa tahu bisa menjawab
keraguan anda dan mohon jangan diperdebatkan, cukup difikirkan kebenarannya
saja, karena kita sesama mahluk ciptaan Tuhan diberikan akal dan fikiran, ingat
musuh utama kita bukan perbedaan akan tetapi Setan.
Sekali
lagi tulisan ini saya rangkum dari sumbernya dan bukan sepenuhnya saya tulis,
namun ada beberapa pendapat yang saya tuliskan disini.
7
lapisan langit dan kaitannya dengan dimensi
Bila
membaca sejarah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, kemungkinan yang dimaksud 7
lapisan langit di sini bukan berarti langit tersebut menumpuk secara
berlapis-lapis seperti kue lapis, tapi ketujuh lapisan tersebut mengartikan
semakin meningkat kedudukannya sesuai dengan bertambah tingkat dimensinya.
Pertambahan
tingkat dimensi ketujuh lapisan langit tersebut hanya bisa digambarkan dengan
memproyeksikannya ke langit pertama (dimensi ruang yang dihuni oleh kita) yang
berdimensi tiga. Karena hanya ruang berdimensi tiga inilah yang bisa difahami
oleh kita. Secara analog, kita bisa membuat perumpamaan sebagai berikut :
Pada
gambar 1 tampak bahwa sebuah garis berdimensi 1 tersusun dari titik-titik dalam
jumlah tak terbatas. Sama seperti istilah pixel dalam desain grafis, dimana
gambar yang tercipta adalah himpunan titik-titik yang sangat banyak dan dengan
warna yang beragam sehingga membentuk pola tertentu menjadi gambar.
Titik-titik ini akan membentuk garis yang kemudian garis-garis tersebut disusun
dalam jumlah tak terbatas hingga menjadi sebuah luasan berdimensi 2 (Gambar 2).
Dan jika luasan-luasan serupa ini ditumpuk ke atas dalam jumlah yang tak
terbatas, maka akan terbentuk sebuah balok (ruang berdimensi 3).
Kesimpulannya
adalah sebuah ruang berdimensi tertentu tersusun oleh ruang berdimensi lebih
rendah dalam jumlah yang tidak terbatas. Atau dengan kata lain ruang yang
berdimensi lebih rendah dalam jumlah yang tidak terbatas akan menyusun menjadi
ruang berdimensi yang lebih tinggi. Misalnya, ruang 3 dimensi (dimensi ruang
yang sekarang dihuni oleh kita ini) dengan jumlah tak terbatas menyusun menjadi
satu ruang berdimensi empat. Demikian seterusnya sehingga setiap dimensi
yang satu dengan yang lain saling berkaitan.
Berdasarkan
kesimpulan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
Langit pertama
Ruang
berdimensi 3 yang dihuni oleh makhluk berdimensi 3, yakni manusia, binatang,
tumbuhan dan lain-lain yang tinggal di bumi beserta benda-benda angkasa lainnya
dalam jumlah yang tak terbatas. Namun hanya satu lapisan ruang berdimensi 3
yang diketahui berpenghuni, dan bersama-sama dengan ruang berdimensi 3
lainnya. Jadi dimensi 3 adalah dimensi yang sangat kasar dan padat,
sehingga dapat diraba dan dilihat dengan kasat mata. Alam semesta kita ini menjadi
penyusun langit kedua yang berdimensi 4. Benarkah demikian? Mari
difikirkan bersama kebenarannya.
Langit kedua
Ruang
berdimensi 4 yang dihuni oleh bangsa jin beserta makhluk berdimensi 4 lainnya.
Sehingga mahluk di dimensi 3 tidak akan bisa melihat mahluk di dimensi 4,
tetapi mahluk dimensi 4 kemungkinan bisa melihat mahluk dimensi 3. Ruang
berdimensi 4 ini bersama-sama dengan ruang berdimensi 4 lainnya membentuk
langit yang lebih tinggi, yaitu langit ketiga.
Langit ketiga
Ruang
berdimensi 5 yang di dalamnya “hidup” arwah dari orang-orang yang sudah
meninggal atau mungkin alam kubur. Mereka juga menempati langit keempat
sampai dengan langit keenam tergantung tingkatannya. Dalam perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad, diceritakan bahwa Rasulullah SAW bertemu dengan nabi-nabi
terdahulu yang berbeda di setiap lapisannya. Langit ketiga ini
bersama-sama dengan langit ketiga lainnya menyusun langit keempat dan
seterusnya hingga langit ketujuh yang berdimensi 9.
Bisa
dibayangkan betapa besarnya langit ketujuh itu. Karena ia adalah jumlah
kelipatan tak terbatas dari langit dunia (langit pertama) yang dihuni oleh
manusia. Berarti langit dunia kita ini berada dalam struktur langit yang enam
lainnya, termasuk langit yang ketujuh ini. Jika alam akhirat, surga dan neraka
terdapat di langit ke tujuh, maka bisa dikatakan surga dan neraka itu begitu
dekat dengan dunia kita tapi berbeda dimensi.
Seperti
disebutkan sebelumnya bahwa langit dunia kita ini merupakan bagian dari
struktur langit ketujuh. Berarti alam dunia ini merupakan bagian terkecil dari
alam akhirat. Penjelasan ini sesuai dengan hadist Nabi:
“Perbandingan
antara alam dunia dan akhirat adalah seperti air samudera, celupkanlah jarimu
ke samudera, maka setetes air yang ada di jarimu itu adalah dunia, sedangkan
air samudera yang sangat luas adalah akhirat”.
Perumpamaan setetes air samudera di
ujung jari tersebut menggambarkan dua hal:
- Ukuran alam dunia dibandingkan alam akhirat adalah seumpama setetes air di ujung jari dengan keseluruhan air dalam sebuah samudera. Hal ini adalah penggambaran yang luar biasa betapa luasnya alam akhirat itu.
- Keberadaan alam dunia terhadap alam akhirat yang diibaratkan setetes air berada dalam samudera. Perumpamaan tersebut menunjukkan bahwa alam dunia merupakan bagian dari alam akhirat, hanya ukurannya yang tak terbatas kecilnya. Begitu juga dengan kualitas dan ukuran segala hal, baik itu kebahagiaan, kesengsaraan, rasa sakit, jarak, panas api, dan lain sebagainya, di mana ukuran yang dirasakan di alam dunia hanyalah sedikit sekali.
Berbagai
ruang dimensi dan interaksi antar makhluk penghuninya
1.
Langit pertama atau langit dunia
"
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan
asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya
menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab:
"Kami datang dengan suka hati".
Maka
Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap
langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang
cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan
yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui" (QS Al Fushshilat : 11-12)
Seperti
disebutkan pada ayat 11-12 Surat Fushshilat di atas, maka yang disebut langit
yang dekat tersebut adalah langit dunia kita ini atau disebut juga alam semesta
kita ini. Digambarkan bahwa langit yang dekat itu dihiasi dengan
bintang-bintang yang cemerlang, dan memang itulah isi yang utama dari alam
semesta. Bintang-bintang membentuk galaksi dan kluster hingga superkluster.
Planet-planet sesungguhnya hanyalah pecahan dari bintang-bintang itu. Seperti
tata surya kita, matahari adalah sebuah bintang dan sembilan planet yang
mengikatinya adalah pecahannya, atau pecahan bintang terdekat lainnya.
Sedangkan tokoh utama di langit pertama ini adalah kita manusia yang mendiami
bumi, planet anggota tata surya.
Langit
pertama ini tidak terbatas namun berhingga. Artinya batasan luasnya tidak
diketahui tapi sudah bisa dipastikan ada ujungnya. Diperkirakan diameter alam
semesta mencapai 30 miliar tahun cahaya. Artinya jika cahaya dengan
kecepatannya 300 ribu km/detik melintas dari ujung yang satu ke ujung lainnya,
maka dibutuhkan waktu 30 miliar tahun untuk menempuhnya.
Penjelasan
gambar :
Apabila
digambarkan bentuknya kira-kira seperti sebuah bola dengan bintik-bintik di
permukaannya. Di mana bintik-bintik tersebut adalah bumi dan benda-benda
angkasa lainnya. Apabila kita berjalan mengelilingi permukaan bola berkeliling, akhirnya kita akan kembali ke titik yang sama. Permukaan bola tersebut adalah
dua dimensi. Sedangkan alam semesta yang sesungguhnya adalah ruang tiga dimensi
yang melengkung seperti permukaan balon itu. Jadi penggambarannya sangat sulit
sekali sehingga diperumpamakan dengan sisi bola yang dua dimensi agar
memudahkan penjelasannya.
2.
Langit kedua
Seperti
diterangkan sebelumnya bahwa setiap lapisan langit tersusun secara dimensional.
Diasumsikan bahwa pertambahan dimensi setiap lapisan adalah 1 dimensi. Jadi
apabila langit pertama atau langit dunia kita ini berdimensi 3, maka langit
kedua berdimensi 4. Langit kedua ini kemungkinan dihuni oleh makhluk berdimensi
4, yakni bangsa jin.
Penjelasan
gambar:
Apabila
digambarkan posisi langit kedua terhadap langit pertama adalah seperti gambaran
balon pertama tadi. Di mana bagian permukaan bola berdimensi 2 adalah alam dunia
kita yang berdimensi 3, sedangkan ruangan di dalam balon yang berdimensi 3
adalah langit kedua berdimensi 4. Jadi apabila kita melintasi alam dunia harus
mengikuti lengkungan bola, akibatnya perjalanan dari satu titik ke titik
lainnya harus menempuh jarak yang jauh. Sedangkan bagi bangsa jin yang
berdimensi 4 mereka bisa dengan mudah mengambil jalan pintas memotong di tengah
bola, sehingga jarak tempuh menjadi lebih dekat.
Deskripsi lain adalah seperti gambar
berikut:
Bayangkanlah
permukaan tembok dan sebuah ruangan yang dikelilingi oleh dinding-dindingnya.
Umpamakan ada dua jenis makhluk yang tinggal di sana. Makhluk pertama adalah
makhluk bayang-bayang yang hidup di permukaan tembok berdimensi 2. Sedangkan
makhluk kedua adalah makhluk balok berdimensi 3. Ingatlah analogi alam
berdimensi 3 dengan makhluk manusianya adalah permukaan tembok dan makhluk
bayang-bayangnya, sedangkan alam berdimensi 4 dan makhluk jinnya adalah ruangan
berdimensi 3 dengan baloknya.
Tampak
dengan mudah dilihat bahwa kedua alam berdampingan dan kedua makhluk hidup di
alam yang berbeda. Kedua makhluk juga mempunyai dimensi yang berbeda,
bayang-bayang berdimensi 2 sedangkan balok berdimensi 3. Makhluk berdimensi 2,
yaitu bayang-bayang tidak bisa memasuki ruangan berdimensi 3, dia tetap berada
di tembok, sedangkan makhluk berdimensi 3 yakni balok dapat memasuki alam
berdimensi 2, yakni tembok. Bagaimanakah caranya balok bisa memasuki dinding
yang berdimensi 2?
Balok
yang berdimensi 3 memiliki permukaan berdimensi 2 yakni bagian sisi-sisinya.
Apabila si balok ingin memasuki alam berdimensi dua, dia cukup menempelkan
bagian sisinya yang berdimensi 2 ke permukaan tembok. Bagian sisi balok sudah
memasuki alam berdimensi 2 permukaan tembok. Bagian sisi balok ini dapat
dilihat oleh makhluk bayang-bayang di tembok sebagai makhluk berdimensi 2 juga.
Analoginya adalah jin yang dilihat oleh kita penampakannya di alam dunia
sebenarnya berdimensi 4 tetapi oleh indera kita dilihat sebagai makhluk
berdimensi 3 seperti tampaknya sosok kita manusia.
3.
Langit ketiga sampai dengan langit ketujuh
Langit
ketiga sampai dengan keenam dihuni oleh arwah-arwah, sedangkan langit ke tujuh
adalah alam akhirat dengan surga dan nerakanya. Analoginya sama dengan langit
kedua di atas, karena pengetahuan kita hanya sampai kepada alam berdimensi 3.
Dapat diartikan bahwa sebenarnya
alam semesta ini ada dalam satu ruang lingkup namun berbeda tingkatannya. Tingkatan yang dimaksud disini adalah tingkatan kepadatan partikel dan dimensi
penyusun bentuk atau zatnya. Dengan demikian, dunia tempat kita berpijak
ini titik koordinatnya sama dengan dunia pada dimensi lain hanya saja terpisah
alam atau dimensi.
Tingkatan
Mahluk dan Unsur Kehidupan
Ini
dari pendapat saya sendiri setelah mengamati dan membaca banyak buku
kemungkinan mahluk hidup yang ada dialam semesta ini tercipta dari beberapa
tingkatan partikel atau penyusun jasadnya. Dari adanya perbedaan dimensi
tersebut maka dapat difikirkan bahwa mahluk hidup dan unsurnya juga memiliki
beberapa tingkatan. Mulai dari unsur yang keras dan padat, cair, gas, dan
cahaya. Partikel yang paling padat adalah benda keras dan tampak dengan
kasat mata seperti kita manusia yang terbentuk dari banyak partikel padat,
tanah, batu, pasir, debu, termasuk air, sedangkan partikel padat yang paling
kecil adalah gas. Mahluk yang tercipta dari partikel padat ini adalah
seperti manusia, hewan, tumbuhan, beserta semua benda yang ada di alam semesta
Dimensi 3 kita ini.
Partikel
kedua adalah partikel halus yang tidak kasat mata seperti listrik, bau, suara,
angin atau udara, partikel ini memiliki unsur penyusun tetapi sangatlah halus
atau ghaib. Misalnya listrik yang tersusun dari ion2 positif dan
negatif, dan udara yang merupakan partikel ringan yang melayang atau
Oksigen. Partikel ini tidak dapat ditangkap dan dilihat tetapi dapat
dirasakan serta dapat juga memberikan sentuhan, dorongan, panas, dingin, serta
getaran. Misalnya angin yang bergesek dengan benda padat akan
menghasilkan suara, demikian pula suara yang kita keluarkan dari mulut adalah
hasil gesekan antara angin yang keluar dari paru2 kita dengan pita suara.
Partikel
yang paling halus lagi adalah api, dimana api ini sifatnya hidup, membutuhkan
oksigen dan mengeluarkan unsur panas. Api tidak dapat disentuh tetapi
dapat dilihat karena adanya cahaya yang merupakan hasil dari pembakarannya dan
dapat dirasakan yakni adanya panas. Api juga memiliki warna sehingga
cahaya yang dihasilkannya juga bisa menghasilkan warna tergantung unsur
pembakarnya. Mahluk yang tercipta dari api ini adalah sebangsa jin yang
berada di Dimensi 4.
Partikel
yang sangat halus adalah cahaya, cahaya ini sebenarnya berasal dari adanya api
atau pembakaran. Cahaya tidak terpengaruh dengan hukum2 fisika dan
momentum. Cahaya dapat mengisi ruang gelap, dan dapat pula berwarna
sesuai dengan warna dari unsur padat yang dipantulkannya. Cahaya tidak
dapat dipegang, kalaupun bisa dilihat sifatnya adalah semu… dan tidak bisa kita
gambarkan dengan rumus kimia apapun. Mahluk yang tercipta dari cahaya ini
adalah bangsa Malaikat dan berada di Dimensi 9.
Selanjutnya
ada lagi yang misteri, yaitu ruh… apakah ruh ini bisa digambarkan dengan lugas
seperti yang dijelaskan dalam dimensi-dimensi diatas? Kemungkinan, ruh
ini lebih halus lagi dari semua unsur yang kita kenal.. ruh inilah yang hidup
dan kekal tidak mati. Artinya meskipun jasad kita telah mati, akan tetapi
itu tidak berlaku pada ruh. Apakah benar ruh juga berada pada dimensi yang
berbeda seperti yang dijelaskan pada cerita diatas? Ruh orang yang telah
mati akan tertahan sementara di alam atau dimensi lain sebelum akhirnya nanti
dikumpulkan dan dihidupkan kembali, yaitu alam barzah. Benarkah..? ini
opini berdasarkan yang pernah saya baca dan dengar saja. Ruh ini tidak
terpengaruh oleh waktu, sehingga sifatnya kekal.
Dengan
demikian berarti kita manusia adalah mahluk yang paling rendah unsur
penyusunnya, itulah sebabnya mengapa bangsa jin tidak mau bersujud dihadapan
Adam karena mereka merasa bahwa mereka mahluk yang lebih tinggi dari
manusia. Tetapi dari semua mahluk ciptaan Allah SWT, ruh kita adalah sama
meskipun unsur penyusunnya berbeda. Benarkah demikian? Belum tahu
kebenarannya karena belum ada juga dalil dan teorinya atau mungkin saya belum
pernah baca kali ya?
Zat
Sang Pencipta
Zat
sang maha pencipta adalah zat yang maha mulia dan maha sempurna, kita tidak
akan bisa mengetahui seperti apa zatNya dan seperti apa bentuknya. Allah
SWT tidak berada di dimensi manapun, tapi meliputi semua dimensi itu. Wajah
Allah tidak serupa dengan wajah manapun. Dalam keberadaannya,Tuhan tidak bukan
berada di sini bukan di situ, bukan begini bukan begitu. Tidak ada yang bisa
menjelaskan kecuali Allah sendiri yg menjelaskan.
Muhammad
SAW sendiri terpesona dan tidak mampu berkata apa-apa ketika berhadapan dengan
Allah Swt, lalu beliau tersungkur dan tidak mampu memandang. Nabi Musa As pun
tersungkur menatap kehadiran Allah di bukit Sinai, untuk itu Allah “terpaksa”
menghadirkan simbol di dimensi ketiga berupa pancaran api yang membakar ilalang
agar Musa sanggup menghadapinya.
Keajaiban
Isra dan Miraj
Cerita
mengenai luasnya alam semesta ini sebenarnya bisa dijelaskan melalui peristiwa
perjalanan Rasulullah saat Isra’ Mi’raj… Saya saja baru menyadari akan hal ini,
padahal dari kecil acara Isra’ Mi’raj selalu saya ikuti tapi maksudnya yang
diambil hikmahnya hanya perintah menunaikan ibadah Sholat lima waktu.
Ternyata ada ilmu pengetahuannya juga bila kita lihat dari sudut pandang yang
berbeda, yaitu segi keilmuan.
Allah
Swt berfirman di dalam Alquran Surah Al-Israa’ ayat 1:
“Maha
suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil
Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda–tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dari
ayat tersebut tampak jelas bahwa perjalanan luar biasa itu bukan kehendak dari
Rasulullah Saw sendiri, tapi merupakan kehendak Allah Swt. Untuk keperluan itu
Allah mengutus malaikat Jibril as (makhluk berdimensi 9) beserta malaikat
lainnya sebagai pemandu perjalanan suci tersebut. Dipilihnya malaikat sebagai
pengiring perjalanan Rasulullah Saw dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan melintasi
ruang waktu.
Selain
Jibril as dan kawan-kawan, dihadirkan juga kendaraan khusus bernama Buraq,
makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama Buraq berasal dari kata barqun
yang berarti kilat. Perjalanan dari kota Makkah ke Palestina berkendaraan Buraq
tersebut ditempuh dengan kecepatan cahaya, sekitar 300.000 kilo meter per
detik.
Pertanyaan
mendasar adalah bagaimanakah perjalanan dengan kecepatan cahaya itu dilakukan
oleh badan Rasulullah Saw yang terbuat dari materi padat? Untuk malaikat dan
Buraq tidak ada masalah karena badan mereka terbuat dari cahaya juga.
Seandainya badan bermateri padat seperti tubuh kita dipaksakan bergerak dengan
kecepatan cahaya, bisa diduga apa yang akan terjadi. Badan kita mungkin akan
terserai berai karena ikatan antar molekul dan atom bisa terlepas.
Jawaban
yang paling mungkin untuk pertanyaan itu adalah tubuh Rasulullah SAW diubah
susunan materinya menjadi cahaya. Bagaimanakah hal itu mungkin terjadi?
Teori
yang memungkinkan adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap
materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika materi direaksikan dengan anti
materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi seberkas
cahaya atau sinar gamma.
Hal
ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton
direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron),
maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma,
dengan energi masing-masing 0,511 MeV (Multiexperiment Viewer) untuk pasangan
partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton.
Sebaliknya
apabila ada dua buah berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut di atas
dilewatkan melalui medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap
berubah menjadi 2 buah pasangan partikel tersebut di atas. Hal ini menunjukkan
bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu yang disebut
annihilasi dan sebaliknya.
Nah,
kalau dihitung jarak Mekkah – Palestina sekitar 1500 km ditempuh dengan
kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu sekitar 0,005 detik dalam ukuran
waktu kita di bumi.
Sesampainya
di Palestina tubuh Rasulullah Saw dikembalikan menjadi materi. Peristiwa ini
mungkin lebih dikenal seperti teleportasi dalam teori fisika kwantum. Dari
Palestina dilanjutkan dengan perjalanan antar dimensi ke Sidratul Muntaha,
yakni dari langit dunia (langit pertama) ke langit kedua, ketiga sampai dengan
langit ketujuh dan berakhir di Sidratul Muntaha.
Yang
perlu dipahami adalah perjalanan antar dimensi bukanlah perjalanan berjarak
jauh atau pengembaraan angkasa luar, melainkan perjalanan menembus batas
dimensi. Karena walaupun tubuh Rasulullah Saw diubah menjadi cahaya seperti
perjalanan dari Mekkah ke Palestina, tidak akan selesai menempuh perjalanan di
langit pertama saja. Bukankah untuk menempuh diameter alam semesta diperlukan
30 miliar tahun dengan menggunakan kecepatan cahaya. Jadi bagaimana caranya?
Seperti
telah disebutkan di atas dalam penjelasan posisi antar dimensi bahwa posisi
langit kedua dengan langit pertama dianalogikan seperti sebuah ruangan
berdimensi 3 dengan dinding tembok berdimensi 2. Makhluk bayangan berdimensi 2
di tembok tidak bisa memasuki ruangan berdimensi 3, kecuali ada bantuan dari
makhluk berdimensi lebih tinggi, minimal dari makhluk berdimensi 3, yakni
balok. Caranya si balok menempelkan salah satu sisinya ke tembok dan makhluk
bayangan menempelkan diri ke sisi balok itu. Dengan menempel di sisi balok dan
mengikutinya, makhluk bayangan bisa memasuki ruang berdimensi 3 dan
meninggalkan wilayah berdimensi 2, yakni dinding tembok.
Begitulah
kira-kira analogi bagaimana Rasulullah SAW melakukan perjalanan antar dimensi.
Dengan kehendak Allah Swt, Jibril membawa Rasulullah Saw melakukan perjalanan
dari langit pertama hingga langit ketujuh lalu ke Sidratul Muntaha. Perjalanan
ini bukan perjalanan jauh seperti telah disebutkan tadi. Kejadian itu terjadi
di tempat Rasulullah Saw terakhir duduk shalat di Masjidil Aqsa Palestina, karena
ruang berdimensi 4, 5 dan seterusnya itu persis berada di sebelah kita, hanya
kita tidak melihatnya dan tidak bisa mencapainya.
Wajar
saja perjalanan Isra Miraj Rasulullah Saw dari Mekkah ke Palestina dan kemudian
dilanjutkan dengan perjalanan ke Sidratul Muntaha hanya terjadi dalam semalam.
Bayangkan dalam zaman ketika pemahaman manusia tentang sains dan teknologi
belum seperti sekarang, seorang Abu Bakar Ash Shiddiq Ra. Sahabat yang suci
bisa beriman dan menerima kebenaran cerita Rasulullan SAW tanpa sanggahan.
Begitu
dekatnya jarak alam dunia (langit pertama) dengan alam akhirat (langit ketujuh)
yang sangat dekat sudah digambarkan oleh hadist dari Jabir bin Abdullah. Ketika
itu Rasulullah Saw didatangi oleh lelaki berwajah bersih dan berbaju putih (yang
ternyata adalah malaikan Jibril as yang memasuki dimensi alam manusia) :
Bertanya
orang itu lagi (yakni Jibril as), “Berapakah jaraknya dunia dengan akhirat?”
Bersabda Rasulullah SAW, “Hanya sekejap mata saja.”
Wallahua’lam
Sebenarnya
tulisan diatas saya rangkum dari berbagai sumber, tetapi sudah saya
gabung-gabungkan dengan teori yang menurut saya masih perlu dicari
kebenarannya. Tapi kebenaran yang diungkap ini bukan untuk mencari fakta
kesalahan, tetapi untuk menguatkan iman kita betapa maha agungnya Allah SWT
sebagai pencipta.
Betapa luasnya alam semesta yang diciptakannya. Hingga saat ini misteri 7 lapis langit ini masih banyak perdebatannya, karena maklum manusia ini penuh dengan logika dan terlalu rasional… maka Allah SWT menyuruh kita memperkuat iman baru akal fikiran, agar kita tidak sesat karena pemikiran kita sendiri.
Betapa luasnya alam semesta yang diciptakannya. Hingga saat ini misteri 7 lapis langit ini masih banyak perdebatannya, karena maklum manusia ini penuh dengan logika dan terlalu rasional… maka Allah SWT menyuruh kita memperkuat iman baru akal fikiran, agar kita tidak sesat karena pemikiran kita sendiri.
Salam
Hormat Buat Guruku Ayahanda Syaikh Ramli Faqih Sulaiman Alam yang telah turut
menjelaskan hakikat ini.
Wallahu
A'lam Bisshawab
Terima Kasih
3 Komentar:
Artikel dengan penjelasan yang sangat kompleks sekali pak tapi sangat menarik untuk dibahas serta dipelajari :)
Sungguh besar kebesaran dan kuasa Tuhan.
salam,
by Bin Hakim
This blog is really awesome!
by Bin Hakim
Guru Pantura and Emma : thank you very much for your appreciation on this article
by Bin Hakim
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* : 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar Anda !!!!!