Judul : Menguak Misteri Sejarah
Penulis : Asvi Warman Adam
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Terbit :2010
Halaman : xii + 292 Halaman
Harga : Rp. 40.800
Penulis : Asvi Warman Adam
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Terbit :2010
Halaman : xii + 292 Halaman
Harga : Rp. 40.800
Sebuah historiografi sulit untuk netral. Berbagai kepentingan selalu  berlibat-libat di situ. Jadi tidak mudah untuk mengetahui sejarah dengan  lurus. Metodologi penulisan yang ketat menjadi sebuah keharusan di  situ.
Buku yang ditulis oleh Asvi Warman Adam ini memang tidak berpura-pura  untuk meluruskan sekian banyak peristiwa sejarah yang terjadi di tanah  air. Namun, dari artikel-artikel yang ditulisnya, pembaca dapat  mengetahui kisah-kisah tidak terungkap sampai persolan-persoalan yang  terkait dalam sejarah Indonesia.
Membaca kisah-kisah tidak terungkap dalam buku ini, pembaca akan  merasa seperti menikmati mozaik sejarah yang belum banyak diketahui  secara luas. Sebut saja kisah mengenai Ibrahim Yacoob yang pernah  menggagas penyatuan Malaysia ke Indonesia (halaman 32-35).
Meskipun gagasan itu tidak pernah terwujud, namun pelajaran yang  dapat diambil dari peristiwa itu ialah, masih dapat dilakukannya kerja  sama positif antara Malaysia dan Indonesia. Jadi, seruan perang ketika  hubungan antara keduanya memanas, bukanlah rekomendasi yang tepat.
Tentu saja hubungan antara keduanya harus dilakukan dengan  menghormati prinsip-prinsip kesejajaran. Lebih penting lagi, kerja sama  itu harus mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi kedua belah pihak  secara seimbang.
Contoh mozaik lainnya adalah bahwa Pramoedya Ananta Toer, yang pernah  dicalonkan sebagai penerima hadiah Nobel, ternyata tidak hanya seorang  sastrawan, tetapi juga seorang sejarawan.
Dalam catatan Asvi, Pramoedya pernah mengumpulkan sejumlah bahan  tulisan mengenai gerakan nasionalis yang terjadi antara tahun 1898-1918.  Bahan yang disusun oleh Pramoedya tersebut kemudian menjadi diktat  kuliah yang diberi judul Sejarah Modern Indonesia.
Menurut Asvi wajar jika Pramoedya disebut sebagai sejarawan, sebab ia  selalu membawa peristiwa sejarah dengan sudut pandang baru. Di sinilah  Pramoedya berusaha mengurangi cara kekuasaan “mengonstruksi” kebenaran.  Baginya fakta adalah rekan kekuasaan.
Banyak topik menarik seputar sejarah dan penulisan sejarah yang  ditulis dalam buku ini, mulai dari masalah pemberian gelar pahlawan,  terlupakannya orang-orang penting dalam sejarah, hingga berbagai  percikan persoalan seputar sejarah bangsa.
Sejumlah bahan yang disampaikan dalam buku ini sebenarnya terjadi,  misalnya saja simpul-simpul masalah seputar bank Century hingga  perdebatan mengenai pemberian gelar pahlawan. Inilah yang membuat buku  ini “dekat” dengan kekinian.
Dari kumpulan tulisan Asvi ini sebenarnya pembaca dapat memahami,  bahwa penulisan sejarah tidak pernah lurus, artinya selalu ada kekuasaan  yang menempel padanya.
Tidak mengherankan jika kemudian penulisan sejarah selalu memihak  kepada kekuasaan. Bergantinya rezim akan berganti pula penulisan  sejarah, di sana ada fakta maupun kebenaran yang ditutup-tutupi.
 Dalam buku ini beberapa kali terjadi pengulangan “cerita” dalam tulisan  yang berbeda. Penyebabnya, tulisan-tulisan tersebut merupakan artikel  yang satu sama lain sebenarnya terpisah. Jika saja proses penyuntingan  dilakukan dengan baik, mungkin hal itu tidak akan terjadi.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar Anda !!!!!