Pendahuluan
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang  waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah oleh  “Manusia Jawa” pada masa sekitar 500.000 tahun yang lalu. Periode dalam  sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra kolonial,  munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di J
awa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
awa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Prasejarah
Secara geologi, wilayah Indonesia modern  muncul kira-kira sekitar masa Pleistocene ketika masih terhubung dengan  Asia Daratan. Pemukim pertama wilayah tersebut yang diketahui adalah  manusia Jawa pada masa sekitar 500.000 tahun lalu. Kepulauan Indonesia  seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah  berakhirnya Zaman Es.
Era pra Kolonial
Para cendekiawan India telah menulis  tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan  Sumatra sekitar 200 SM. Kerajaan Tarumanagara menguasai Jawa Barat  sekitar tahun 400. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah  tersebut. Pada masa Renaisans Eropa, Jawa dan Sumatra telah mempunyai  warisan peradaban berusia ribuan tahun dan sepanjang dua kerajaan besar  yaitu Majapahit di Jawa dan Sriwijaya di Sumatra sedangkan pulau Jawa  bagian barat mewarisi peradaban dari kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan  Sunda.
Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di  wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan  Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.  Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya  berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi  ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya,  Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu.  Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa  Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah  Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian  besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.  Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam  kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir  di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah  masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur  pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka  yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan  Bani umayyah di Asia Barat sejak abad 7. Menurut sumber-sumber Cina  menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi  pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun  memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak  pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman  mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dari Khilafah  Bani Umayah meminta dikirimkan da`i yang bisa menjelaskan Islam  kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan  seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang  binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua  sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur  barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada  Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan.
Saya telah mengirimkan kepada anda  hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi  sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya  seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan  kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720  M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi  pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. Sayang, pada tahun 730 M  Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut  Budha.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin  menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran,  menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di  Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu.  Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam  diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada  mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan/didorong  melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para  penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan islam  yg datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga  mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh  inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga  para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk  lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan/kesultanan lah yang  pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kesultanan/Kerajaan penting  termasuk Samudra Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan  diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram di Yogja / Jawa  Tengah, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku di timur.
Kolonisasi Belanda
Mulai tahun 1602 Belanda secara  perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia,  dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang  telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah  Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika  berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda  menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa  pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah  Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang  Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan  Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia.  350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka  karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati  kebangkrutannya.
VOC
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda  tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh  perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa  Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan  hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah  tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di  Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan  monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini  dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di  kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang  non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut.  Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala  kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi  hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut  dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan  pala. VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini,  dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram  dan Banten.
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir  abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas  Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada  tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang  Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa  yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai  diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil  perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti  teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara.  Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya – baik  yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah  monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah  1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa  yang mereka sebut Kebijakan Beretika (bahasa Belanda: Ethische  Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan  bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah  gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang  kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan  dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Gerakan Nasionalisme
Pada 1905 gerakan nasionalis yang  pertama, [Serikat Dagang Islam] dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun  1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, [Budi Utomo]. Belanda merespon  hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan.  Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari  profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik  di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis,  termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Perang Dunia II
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II,  Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan  siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke AS dan Britania.  Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan  bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan  Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi  dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap  pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang  pada Maret 1942.
Era Jepang
Pada Juli 1942, Soekarno menerima  tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk  pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan  militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh  Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang  di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan  status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap  penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan  seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang  lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target  sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan  Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada  pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan integrasi  nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad  Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim  Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah  Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Era kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi  mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus,  Soekarno membacakan “Proklamasi” pada hari berikutnya. Kabar mengenai  proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan  militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA),  para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman  Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan  Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan  Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang  dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional  Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat  dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31  Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi:  Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei),  Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua)  dan Nusa Tenggara.
Perang Kemerdekaan
Dari 1945 hingga 1949, persatuan  kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang  segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak  mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk  membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa  dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda  segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para  nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27  Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun  peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan  kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia  menjadi anggota ke-60 PBB.
Demokrasi Parlementer
Tidak lama setelah itu, Indonesia  mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana  dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen  atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah  pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil  susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.
Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatera,  Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958,  ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan  sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno  secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat  sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak  menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno  berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label “Demokrasi  Terpimpin”. Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju  non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara  bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok  Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada  tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak  menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi  Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah “rencana  neo-kolonial” untuk mempermudah rencana komersial Inggris di wilayah  tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi Malaysia, hal ini  dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di  kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia  untuk mempengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB  untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak  tetab Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran  diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965  dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB  dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi  ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan  Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).
Nasib Irian Barat Konflik Papua  Barat
Pada saat kemerdekaan, pemerintah  Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini  (Irian), dan mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan  pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai  penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, dan pasukan  penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember sebelum  kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada  1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju  melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan  Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih  kekuasaan terhadapa Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
Gerakan 30 September / G30 S PKI
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak  dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan  untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye  untuk membentuk “Angkatan Kelima” dengan mempersenjatai pendukungnya.  Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral  senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang  disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima  Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas  kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan  situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu  orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa  pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa  dan Bali.
Era Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah  satu pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi  anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan  bahwa Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan  melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi  anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun  setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada 1968, MPR secara resmi melantik  Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian  dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983,  1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.
Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.
Irian Jaya
Setelah menolak supervisi dari PBB,  pemerintah Indonesia melaksanakan “Act of Free Choice” (Aksi Pilihan  Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah  Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa Indonesia.  Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia.  Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan  kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia  menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun  berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang  lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit  yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
Timor Timur
Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur  adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai Timor  Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor.  Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak  mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975,  Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang  membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah  sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari  Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia  masuk ke Timor Timur. Indonesia, yang mempunyai dukungan material dan  diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika  Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan  memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang  strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur  memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah pemungutan  suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut  serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan,  dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di  Timor Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang menintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang menintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002.
Krisis Ekonomi
Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya  didampingi B.J. Habibie.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Era Reformasi Pemerintahan  Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah  kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan  dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara  donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan  politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan  organisasi.
Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan  pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati  Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan  mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto – sebelumnya  selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%;  Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan  Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR  melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil  presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya,  Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan  reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan  proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang  menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut,  pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama,  terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang  ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan  kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia  mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR  yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden  Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada  Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya.  Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta  Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam  skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen  dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan  presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil  presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama  kemudian.
Pemerintahan Yudhoyono
Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di  dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru  Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima  berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh  dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh  serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Sumber : Syadiashare 
























Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar Anda !!!!!