Asal-usul
Kesultanan Barus merupakan kelanjutan  kerajaan di Barus paska  masuknya Islam ke Barus. Islam masuk ke Barus  pada awal-awal munculnya  agama Islam di semenanjung Arab.
Dalam sebuah penggalian arkeologi,  ditemukan Makam Mahligai sebuah  perkuburan bersejarah Syeh Rukunuddin  dan Syeh Usuluddin yang menandakan  masuknya agama Islam pertama ke  Indonesia pada Abad ke VII Masehi di  Kecamatan Barus.
Kuburan ini panjangnya kira-kira 7 meter  dihiasi oleh beberapa batu  nisan yang khas dan unik dengan bertulisan  bahasa Arab, Tarikh 48 H dan  Makam Mahligai merupakan Objek Wisata  Religius bagi umat Islam se-Dunia  yang Letaknya 75 Km dari Sibolga dan  359 Km dari Kota Medan.
Raja pertama yang menjadi muslim adalah  Raja Kadir yang kemudian diteruskan kepada anak-anaknya yang kemudian  bergelar Sultan.
Raja Kadir merupakan penerus kerajaan  yang telah turun-temurun  memerintah Barus dan merupakan keturunan Raja  Alang Pardosi, pertama  sekali mendirikan pusat Kerajaaannya di Toddang  (tundang), Tukka, Pakkat  – juga dikenal sebagai negeri Rambe, yang  bermigrasi dari Balige dari  marga Pohan.
Pada abad ke-6, telah berdiri sebuah  otoritas baru di Barus yang  didirikan oleh Sultan Ibrahimsyah yang  datang dari Tarusan, Minang,  keturunan Batak dari kumpulan marga  Pasaribu, yang akhirnya membentuk  Dulisme kepemimpinan di Barus.
Silsilah
- Raja Kesaktian (di Toba)
 - Alang Pardosi pindah ke Rambe dan mendirikan istana di Gotting, Tukka
 - Pucaro Duan Pardosi di Tukka
 - Guru Marsakot Pardosi di Lobu Tua
 - Raja Tutung Pardosi di Tukka
 - Tuan Namora Raja Pardosi
 
Ada gap yang lama, raja-raja difase  ini tidak terdokumentasi
- Raja Tua Pardosi
 - Raja Kadir Pardosi (Pertama masuk Islam)
 - Raja Mualif Pardosi
 - Sultan Marah Pangsu Pardosi (700-an Hijriyah)
 - Sultan Marah Sifat Pardosi
 - Tuanku Maraja Bongsu Pardosi (1054 H)
 - Tuanku Raja Kecil Pardosi
 - Sultan Daeng Pardosi
 - Sultan Marah Tulang Pardosi
 - Sultan Munawar Syah Pardosi
 - Sultan Marah Pangkat Pardosi (1170 H)
 - Sultan Baginda Raja Adil Pardosi (1213 H)
 - Sultan Sailan Pardosi (1241 H )
 - Sultan Limba Tua Pardosi
 - Sultan Ma’in Intan Pardosi
 - Sultan Agama yang bernama Sultan Subum Pardosi
 - Sultan Marah Tulang yang bernama Sultan Nangu Pardosi (1270 H)
 
Pada abad ke-6otoritas baru di  Barus oleh Sultan Ibrahimsyah membentuk Duliasme kepemimpinan di Barus.
- Sultan Ibrahimsyah
 - Sultan Abidinnsyah Pasaribu
 - Sultan Buchari Muslim Pasaribu
 
Istana
Istana Kesultanan Dinasti Pardosi/Pohan  terletak di pinggir jalan  yang melintasi dataran rendah melalui Kampung  Barus Mudik. Istananya  dari kayu disebut Gedung Putih, sekarang istana  tersebut sudah hilang  terbawa arus deras sungai pada waktu terjadi  banjir besar. Masih  terlihat sisa-sisa benteng tanah di tiga sisi  kampungnya atau dahulu  merupakan ibu kota Dinasti Kesultanan tersebut.
Referensi
- Naskah Jawi yang dialihtuliskan dan dipetik dari kumpulan naskah Barus dan dijilidkan lalu disimpan di Bagian Naskah Museum Nasional Jakarta dengan no. ML 16. Dalam Katalogus van Ronkel naskah ini yang disebut Bat. Gen. 162, dikatakan berjudul “Asal Toeroenan Radja Barus”. Seksi Jawi pertama berjudul “Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja Dalam Negeri Bar
 - A Malay Frontier: Unity and Duality in a Sumatran Kingdom(Cornell Southeast Asia Project, 1990)
 - Sejarah Raja-Raja Barus (Ecole Franéaise d’Extréme-Orient, 1988)
 - A Kingdom of Words: Language and Power in Sumatra (Oxford University Press, 1999)
 
Sumber: Wikipedia
Pernah menjadi bandar  niaga bertaraf internasional. 
Popularitasnya bahkan sudah dikenal sejak zaman  purba pada masa  raja-raja Mesir Kuno. Mengapa Barus begitu dikenal luas  di seantero  penjuru dunia? Itu karena Barus memiliki kapur barus dengan  mutu  terbaik di dunia.
Bahkan ketika itu, harga sebongkah kapur barus setara dengan sekeping   emas. Kapur barus menjadi barang mewah di kalangan raja-raja terkenal.   Raja Firaun misalnya, ketika wafat sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi   (SM) dibalsam dengan menggunakan kapur barus yang berasal dari kota   Barus.
Berkat bahan pengawet itulah yang menyebabkan kondisi mayat Firuan  relatif masih terjaga dengan baik sampai hari ini.
Bisa dibayangkan kalau mayat tersebut tidak dibalsam dengan kapur  barus,  mummi raja yang sangat kontroversial itu bisa jadi hancur  ditelan  zaman. Nilai ekonomi baru tidak sebatas sebagai bahan pengawet.
Lebih dari itu, kapur barus asal Barus juga sering dipakai sebagai  bahan  baku pembuat obat yang mujarab. Kejayaan Barus bukan sebatas  omongan  buah bibir semata. Berbagai sumber ilmiah dalam aneka bahasa  seperti  Yunani, Siriah, Armenia, Arab, India, Tamil, China, Melayu, dan  Jawa,  nama Barus sudah dikenal.
Sebut saja Ancient Map Ptolem Table XI of Asia, lalu the Muhit karya   Laksamana Celebi (Turki), dan laporan orang-orang Arab, seperti Ibnu   Kordahbeh, juga menorehkan Barus sebagai kota perdagangan internasional   yang sangat ramai.
Maka tak mengherankan kalau penjelajah Portugis Tome Pires dalam Suma   Oriental mencatat, orangorang Parsi, Arab, Benggali, Keling, dan  Gujarat  berdatangan ke Barus untuk menjalankan kegiatan bisnisnya.
Barang-barang yang diperdagangkan antara lain kapur barus, emas,  sutera, benjoin, lilin, madu, dan lain sebagainya.
“Barus pada awal abad ke-16 adalah kota pelabuhan yang ramai dan   makmur,” catat Pires. Saking maraknya roda perekonomian tersebut, Diego   Homen pun sudah membuat peta kota Barus di pantai barat Sumatra.
Itu dilakukan pada tahun 1558. Sebelumnya, pada abad ke-2, gubernur  dari  Kerajaan Yunani yang berpusat di Alexandria, Mesir, Claudius  Ptolemaus,  telah membuat peta Barus sebagai bandar niaga internasional.
Bangun dan Jatuh Lalu, bagaimana Barus dapat menjadi kota terhebat  dan  akhirnya tenggelam dalam percaturan ekonomi global? Menurut Ahli  Sejarah  dari Universitas Sumatra Utara, Fitriaty Harahap dalam buku  Ekspedisi  Geografi Sumatera Utara 2009, awal mula kampung Barus kesohor  tak  terlepas dari peran Tuan Kadir, seorang putra daerah yang gemar   melakukan invasi ke daerah-daerah pedalaman Barus.
Di Air Busuk misalnya, ia bertemu dengan orang-orang Hindu. Pertemuan   ini memberi inspirasi kepada guru Marsohot untuk mendirikan kampung.   Mereka lalu membangun dua kampung sekaligus. Satu kampung berada di   pinggir pantai yang bernama Barus.
Satu lagi di pedalaman yang diberi nama Lobu Tua atau Kota Tua. Raja  lalu dipilih untuk memimpin dua kampung tersebut.
Tercatat, raja pertama yang berkuasa adalah Guru Marsohot. Setelah  itu,  jabatan raja berturut-turut diserahkan kepada Tuan Kadir Raja  Bangsawan,  Raja Nafus, Raja Makudum, dan Raja Manursah.
Sumber : Jendela Waktu 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Komentar Anda !!!!!